sore di bandrek simpang surabaya
Setiap saya janjian dengan pipit untuk sekedar duduk dan
bercerita, pasti, pastinya dia sepasti-pastinya akan menyodorkan nama sebuah
tempat. Bandrek Simpang Surabaya.
Lalu saya juga akan berdalih ini itu, tentang bandrek itu
yang terlalu jauh, dan hari terlalu sore.
Lalu kami akan bernegosiasi, naik becak atau naik labi-labi.
Tentu saja saya pilih becak dan dia pilih labi-labi. Biasanya saya yang menang,
karena langsung memanggil becak yang
kebetulan lewat.
Duduk selalu di tempat yang sama, tidak pernah terlalu sabar
menunggu pesanan datang. Pesanan kami, bandrek susu dan satu ekstra bandrek biasa
sekalian gorengan di piring plastik.
Memandang langit sambil berkeluh kesah dan mengeluh.
“Ke’ tau sar, kalau percintaan sar awalnya manis, tu gak
akan berakhir manis..” Pipit mulai berteori
“Gak akan hidup ni manis terus, pahit akhirnya sar, pahit...”
“Emmm, maksud ke’ kalau aku ni, kan pahit kan awalnya, jadi
akhirnya pasti manis pit ?” Jawab saya terbata penuh harap.
Pipit terdiam, masih mengunyah pisang goreng, meneguk
bandrek, berpikir keras dan saya masih terpaku, memohon jawaban..
“Belum tentu sar, mungkin aja pahit di awal pahit di akhir.
Apalagi untuk kasus-kasus ke’...”
Gubrak, kami tertawa ngakak, ha..ha.. teori acak kadul.
Ketika langit makin merah, senja datang menjemput, itu
saatnya pulang.
Selalu saja akan ada satu sore untuk menikmati bandrek
sambil menertawakan hidup.