Lelaki yang memberiku pelangi
Lelaki itu datang lagi sore ini. Kali ini aku sudah mengenalinya dari gemerisik rumput yang tersepak langkahnya. Jendela itu sudah ditinggalkannya. Kini dia hanya terselimut kabut. Aku melihat dia mendekat. Kupandangi saja tatih langkahnya. Dia tiba-tiba berhenti dan berkata
"Aku suka puisimu.."
"Suatu saat pelangi akan meminjamkanmu garisnya"
Aku ingin menjawab tapi aku tak bisa menahan tawaku
"Aku tidak pernah menulis puisi"
"Aku tidak ingin pelangi segaris atau bergaris.."
Dia menatapku heran
"Bukankah itu puisi, kemarin ketika kamu melambaikan kata-kata ke udara "
"Aku memungutnya satu-satu, lihatlah kantongku penuh dengan kata-katamu"
Dilambai-lambaikannya kantongnya yang terlihat berat. Susah payah dia mengangkatnya ke udara. Aku hanya tertawa-tawa
Dia cuma tersenyum
senyum dan senyum dan senyum
Lalu tiba-tiba sekelilingku dipenuhi senyumnya, senyum hangat yang membentuk pelangi
"Ambillah, untukmu..."
Dia menggulung pelangi dengan matanya, dilemparkan begitu saja ke arahku.
Aku membiarkan pelangi itu terjatuh pelan di atas rumput-rumput hijau
"Pernahkah kamu mengunjungi matahari?" tanyanya
Aku masih sibuk dengan pelanginya, pertanyaannya mengambang begitu saja
"Akan aku tunjukkan matahari terbiru untukmu.." teriaknya
Ya dia berteriak, berteriak, menggedor telingaku dan aku terkejut. Pelan kucari matanya. Dia hilang. Hilang lagi. Kabut yang menyelimutinya juga tak ada lagi. Jendela, jendela itu tiba-tiba muncul. Kacanya memantulkan bias pelangi.
Lelaki itu pergi. Aku tersenyum dan sibuk bermain dengan gumpalan pelangi miliknya.
Mungkin besok dia datang lagi. Mungkin, tak perlu terlalu berharap..
"Aku suka puisimu.."
"Suatu saat pelangi akan meminjamkanmu garisnya"
Aku ingin menjawab tapi aku tak bisa menahan tawaku
"Aku tidak pernah menulis puisi"
"Aku tidak ingin pelangi segaris atau bergaris.."
Dia menatapku heran
"Bukankah itu puisi, kemarin ketika kamu melambaikan kata-kata ke udara "
"Aku memungutnya satu-satu, lihatlah kantongku penuh dengan kata-katamu"
Dilambai-lambaikannya kantongnya yang terlihat berat. Susah payah dia mengangkatnya ke udara. Aku hanya tertawa-tawa
Dia cuma tersenyum
senyum dan senyum dan senyum
Lalu tiba-tiba sekelilingku dipenuhi senyumnya, senyum hangat yang membentuk pelangi
"Ambillah, untukmu..."
Dia menggulung pelangi dengan matanya, dilemparkan begitu saja ke arahku.
Aku membiarkan pelangi itu terjatuh pelan di atas rumput-rumput hijau
"Pernahkah kamu mengunjungi matahari?" tanyanya
Aku masih sibuk dengan pelanginya, pertanyaannya mengambang begitu saja
"Akan aku tunjukkan matahari terbiru untukmu.." teriaknya
Ya dia berteriak, berteriak, menggedor telingaku dan aku terkejut. Pelan kucari matanya. Dia hilang. Hilang lagi. Kabut yang menyelimutinya juga tak ada lagi. Jendela, jendela itu tiba-tiba muncul. Kacanya memantulkan bias pelangi.
Lelaki itu pergi. Aku tersenyum dan sibuk bermain dengan gumpalan pelangi miliknya.
Mungkin besok dia datang lagi. Mungkin, tak perlu terlalu berharap..