Posts

Kontemplasi Penghujung Ramadhan

Ramadhan tahun ini sungguh mengesankan sekali. Saya diberikan waktu untuk mengevaluasi diri, di sela-sela kesendirian saya ditinggal nenek mudik dini. Ternyata momen evaluasi diri tidak hanya di akhir atau awal tahun atau saat ulang tahun. Ramadhan juga saat yang tepat buat membongkar ulang semua isi hati dan nilai-nilai yang mungkin tidak layak pakai lagi sehubungan dengan usaha agar terlahir kembali dalam kesucian. Ya, saya merasa terlahir kembali, karena saya berani untuk menghadapi semua risiko dari tingkah laku saya selama ini. Saya berani untuk mengatakan, oke, let’s moving on. Lagipula lebaran selalu identik dengan yang baru, biasanya yang baru memang agak tidak nyaman, contohnya sepatu baru. Suka lecet-lecet. Saya memang harus lecet-lecet dulu sebelum mendapat sepasang sepatu yang nyaman. Contoh sepatu memang sangat akurat berhubung saya sering bermasalah dengan sepatu baru. Kalau akhirnya saat ini saya merasa lebih baik itu juga karena berkah ramadhan dan pertolongan All...

Another Farewell

Akhirnya visa si abang keluar. Malam sebelum dia terbang ke negeri Paman Sam itu dia menelpon saya, pamitan. Semua kegiatan say good bye ini sungguh membuat saya jadi mellow. Akhirnya saya berbahagia karena teman saya ini berangkat menggapai mimpinya. Sungguh sahabat seperjuangan yang hebat, memberikan banyak inspirasi dan mengajarkan tidak ada yang tidak mungkin terjadi. Banyak sekali yang diajarkan si abang kepada saya. Saya jadi ingat sesi-sesi percakapan dan diskusi kami yang panjang tentang pekerjaan, mimpi dan keinginan muluk sebagai abdi negara. Saya ingin sekali gagah berani seperti dia, berani untuk mengatakan yang benar itu benar dan menentang apa yang tidak sesuai hati nurani. Saya ingin menjadi seorang guru yang dicintai karena keikhlasan yang tak terperi untuk kebaikan murid-murid. Saya ingin memiliki target-target besar dalam hidup dan tak pernah takut menggapainya. Semua itu terpancar jelas dari keseharian si abang yang diam-diam saya catat dalam hati saya untuk diti...

Irene dan Potret Kesiapsiagaan Bencana Kita

Saya ingin menulis tentang Irene. Saya tidak terlalu kenal dia, meski bidang keilmuan saya di disaster management, saya terlalu concern dengan gempa dan tsunami. Hurricane, hanya beberapa saya kenal, ada satu buku yang pernah saya baca tentang Katrina. Kalau sama mbak Irene ini, si ndut yang mengenalkan saya. Lumayan heboh juga, semua bersiap menyambut Irene, termasuk si ndut dengan senter di kepalanya yang sungguh sophisticated. Lalu bercerita tentang bunker untuk menyelamatkan diri dan semua skenario yang begitu jelas untuk bisa dilaksanakan menghadapi semua kemungkinan terburuk. Bahkan skenario tentang kemungkinan terburuk pun sudah ada. Ya, di sana memang akhirnya banyak pohon tumbang, listrik padam, internet putus, dan sarana transportasi diistirahatkan. Ya, begitu semua informasi tentang kebencanaan begitu lugas, bagian dari kehidupan sehari-hari, yang bisa diakses siapa saja. Mereka tau sampai kapan listrik akan mati, transportasi akan jalan kembali, dan berapa cadangan maka...

Meski kali ini saja ..

Apakah kita dapat bertemu dalam sempitnya waktu dan riuhnya rasa? aku ingin pulang bersama angin merentang semua kangen yang tak pernah ada namanya sungguh segala resah ini bukan pada langit yang gelap atau pada ruang yang penuh sekali lagi aku harap pertemuan memihak kita, meski kali ini saja

Buka Bersama Forum GIS 2011

Acara buka bersama ini akhirnya terselenggara juga, setelah ditunda dan ditunda. Semua makanan dipesan, demi alasan kepraktisan, berhubung yang perempuannya cuma saya seorang. Menu utama pastinya gulai kambing yang dibeli nun jauh di Paya sana. Kata Rifki, kenapa gak belinya di Iboih aja kak, sepertinya paya kurang jauh. Menu pendukung lainnya masih sama seperti tahun lalu, sangat-sangat tidak kreatif. Bagaimanapun yang paling penting kebersamaannya. Bersama-sama menunggu bedug maghrib. Bedanya tahun ini di rumah Awal, bukan di rumah saya. Partner cuci piring saya aka nenek sudah cuti, pastinya saya agak-agak gimana gitu kalau nyupir sendirian. Lagian beda suasanan dunk, rumah pengantin baru sungguh memiliki atmosfer kebahagiaan yang sangat kuat. Hingga akhirnya ada insiden alergi. Rifki bengkak-bengkak pulang dari salat maghrib. Tertuduh utamanya itu, gado-gado tiga sendok yang dimakan rifki sebelum pergi salat. alhasil tak adalah yang menyentuh gado-gado hingga akhir acara. ...

Penghujung Ramadhan

Beberapa pekerjaan yang saya rencanakan sebelum lebaran sudah beres ternyata tidak bisa saya selesaikan. Saya merasa sangat bersalah, terbiasa dengan due date dan janji yang ditepati, kali ini saya hanya bisa membiarkannya. “Minggu ini mari kita nikmati, lupakan dulu semua pekerjaan..” Si bos dengan kumis tipisnya tersenyum simpul. Ya, saya ingin menikmati akhir ramadhan ini dengan hening yang damai, setelah huru hara yang saya ciptakan, setidaknya masih ada momen-momen yang bisa saya nikmati bersama teman-teman sebelum semuanya terlanjur mudik. Apakah itu sekilo kue sepet renyah yang akan dengan bangga saya bawa pulang ? Apakah itu buka puasa bersama gerombolan forum GIS yang heboh? Apakah itu berkeliling ke masa lalu bersama benteng-benteng yang tak lagi utuh? Tidak sabar untuk melakukan lebih banyak hal menarik di penghujung ramadhan ini sebelum 45 menit itu bisa dikatakan pulang kampung, jarak paling dekat dalam sejarah mudik saya untuk sekedar menambah angk...

Lebaran Preparation

Ternyata hal yang paling ngangenin dari sebuah kebiasaan beres-beres rumah menjelang lebaran adalah menyuruh-nyuruh, alias memberikan perintah, alias menjadi bos. Maka kebahagiaan itu berlalu begitu saja karena pembantu saya dari bogor tidak bisa pulang lebaran ini, terlalu jauh untuk sekedar mengikuti arus mudik. Apalah daya, jendela belum dibersihkan, gorden belum dipasang, bantal belum diganti sarungnya, kue belum disusun di toples, dan taman yang tak terurus. Sungguh memberikan rasa kehilangan yang sangat sehingga rasa gegap gempita menuju lebaran kehilangan gregetnya dengan signifikan. Bagaimanapun, saya ikhlas, seperti kata zivilia, meski kita jauh tapi hati kita terasa dekat. Ah saya sungguh kangen si nduut.